Visit My Website

Friday, April 24, 2009

Pemimpin yang Berkelit (soal PEMILU)

Tahun ini mungkin pantas disebut sebagai Tahun Pertaruhan Demokrasi yang diperjuangkan dengan susah payah, penuh keringat, darah, nyawa dan airmata oleh Mahasiswa Indonesia dan berbagai komponen bangsa pada tahun 1998. Lebih 10 tahun Negara Indonesia menikmati kebebasan, Proses PEMILU Legislatif dan PEMILU Presiden 2009, sebagai puncak dari proses kontestasi Demokrasi 5 tahunan sudah melewati tahap Pemilu Legislatif, sementara ini dimenangkan oleh partai-nya Presiden Indonesia Incumbent.

Keributan yang terjadi belakangan ini soal hasil PEMILU Legislatif sungguh sangat menyita perhatian dan membuat kita cemas dengan berbagai pernyataan-pernyatan yang kadang saling menyerang bahkan ada yang terkesan menakut-nakuti rakyat dan disaat yang sama meminta dukungan rakyat seolah seperti “dewa penyelamat” dengan berbagai macam trik komunikasi baik dari sisi Pemerintah yang diwakili Presiden, dan di sisi lain dari berbagai tokoh dari berbagai latar belakang partai.

Kita Cemas dengan berbagai penolakan yang sudah terjadi dibeberapa daerah atas hasil Pemilu Legislatif oleh berbagai partai. Apa yang akan terjadi jika penolakan itu benar-benar dilakukan oleh sebagian besar partai peserta Pemilu Legislatif, bagaimana soal legitimasi hasil pemilu? Bagaimana dengan proses Pemilu Presiden selanjutnya?

Kita cemas dengan pernyataan Presiden soal adanya isu revolusi, entah benar atau tidak. Siapakah orang dicurigai akan melakukan revolusi itu? Bagaimana gambaran revolusi yang bakal terjadi? Benarkah akan terjadi seperti masa reformasi tahun 1998 atau seperti yang terjadi saat ini di Negara Thailand? Kenapa TNI. Polri, Intelijen tidak memberikan beberapa data/masukan ke masyarakat soal isu ini? Paling tidak untuk mendukung sinyalemen yang diucapkan Presiden, atau jangan-jangan ini hanya “rekaan” presiden saja sekedar untuk mendramatisir suasana dan berusaha meraih simpati masyarakat?

Kita cemas dengan adanya rencana isu boikot Pemilu, seperti yang diwacanakan oleh Wiranto, Prabowo, kemudian dijawab oleh pernyataan seorang penasehat Presiden bahwa ajakan boikot merupakan tindakan pidana yang tentu bila terbukti dapat mengakibatkan seseorang di hukum atau di penjara. Saya tidak bisa bayangkan apa yang terjadi jika Wiranto, Prabowo atau Megawati di penjara. Apa kira-kira yang akan dilakukan pengikut mereka ini selanjutnya?

Kita cemas jika nanti Pemilu Presiden hanya diikuti tidak lebih dari 30 % Penduduk yang berhak memilih, apakah pantas mereka yang jadi pemenang dianggap sebagai pemenang? Atau malah, bagaimana jika Pemilu Presiden benar-benar buntu, hanya diikuti oleh satu kontestan?

Soal Pemilu Legislatif yang baru lalu memang menyisakan banyak masalah yang hingga saat ini belum selesai. Adanya Dugaan Kecurangan Sistematis, terlebih dengan banyaknya Pemilih yang tidak masuk DPT sehingga tidak bisa menggunakan hak-nya, hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia, perhitungan suara yang tersendat, sementara disaat yang sama para caleg, partai-partai menunggu dengan penuh konsentrasi hasil perhitungan suara, perilaku polisi yang dianggap “berat sebelah”, Caleg-caleg yang stress, bunuh diri, gila akibat tidak siap kalah. Adakah orang yang tertarik untuk memberi dukungan moral, dukungan materil maupun immaterial bagi Caleg-Caleg yang kalah, sebab bagaimana pun mereka ini telah berbuat sesuatu bagi partai-nya. Apakah Tidak ada orang atau partai yang tergerak untuk membantu mereka bangkit dan menghidupkan kembali roda ekonomi atau keuangan-nya yang mungkin sudah terkuras habis selama kampanye? Paling tidak, daripada terlalu sibuk memikirkan koalisi untuk menjadi pemenang, mengapa partai-partai tidak berkoalisi untuk membantu mereka yang kalah ini, bahkan menurut saya, jika ditolong, mereka yang berjumlah lebih kurang 1,5 juta orang yang kalah ini bisa menjadi senjata yang ampuh untuk memenangkan Pemilu Presiden nanti.

Namun, diantara semua itu, yang paling mengusik pikiran saya adalah soal tindakan Pemerintah yang banyak berkelit dan terkesan lepas tanggungjawab soal berbagai kekisruhan yang terjadi selama masa Pemilu Legislatif. Kecerdasan saya dan mungkin seluruh rakyat Indonesia benar-benar ditantang takkala Presiden mengatakan bahwa Pemerintah tidak bisa dianggap Bertanggungjawab atas segala masalah yang dilakukan oleh KPU karena memang UU telah mengatur demikian. Aneh, bagaimana mungkin pemerintah tidak bertanggungjawab, jika ternyata akibat ulah KPU dan atau siapapun, Masa Depan Negara ini di pertaruhkan, lantas siapa yang bertanggungjawab? Bukankah berhasil atau tidaknya Pemilu sungguh menentukan dalam penilaian berhasil atau tidaknya iklim demokrasi yang dibangun oleh pemerintah saat ini? Selanjutnya, saya ingin tahu, apa kira-kira yang akan dikatakan Presiden seandainya Pemilu kemarin berlangsung dengan sangat baik? Terlebih mengingat Presiden saat ini akan maju sebagai calon Presiden yang akan datang.

Kebiasaan berkelit oleh karena kemampuan berkomunikasi yang baik disertai penampilan penuh pesona yang mampu memukau sebagian besar rakyat Indonesia, hingga seolah-olah terbius, melupakan berbagai masalah yang tidak atau belum terselesaikan oleh Pemerintah saat ini, sungguh-sungguh membuat kita yang masih bisa objektif menjadi sangat khawatir, jangan-jangan era "The Smiling General" akan kembali dengan jubah yang baru? segala sesuatu masih mungkin. Begitu banyak masalah, kekurangan-kekurangan bahkan tindakan-tindakan yang dinilai sebagian orang mencederai semangat pluralisme dan nasionalisme dalam berbangsa dan bernegara, masih tergambar jelas dalam memori orang-orang yang mungkin masih bisa objektif menilai pemerintahan saat ini, UU Pendidikan, UU Anti Pornography dan Pornoaksi, UU BHP, dan masih banyak UU dan berbagai peraturan kebijakan produk pemerintahan saat ini yang masih terasa mengganjal. Tentu tidak bisa kita lupakan begitu saja, dan masih teringat jelas siapa dan partai apa yang menolak dan yang mendukung, semua produk hukum tersebut.

Tuesday, April 7, 2009

BLT, Korban LAPINDO dan Situ Gintung


Hari-hari terakhir ini kita mendengar banyak berita dan silang pendapat tentang Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan oleh pemerintah disaat-saat Kampanye Pemilu Legislatif. Saya mencurigai bahwa itu adalah upaya pemerintah saat ini untuk mencari dukungan dalam rangka Pemilu legislative dan lebih jauh untuk pemilu Presiden sesudahnya.

Kita tidak habis pikir bagaimana pemerintah membagi-bagikan BLT sementara rakyat Sidoarjo sampai hari ini masih terlunta-lunta, belum memperoleh uang ganti rugi akibat rumah dan seluruh harta bendanya terendam Lumpur akibat perbuatan tidak bertanggungjawab PT Lapindo Brantas, yag salah satu pemiliknya adalah Aburizal Bakrie, yang juga merupakan bagian dari pemerintah saat ini.

Dan lebih aneh lagi, saya melihat di media-media nasional, Pemerintah termasuk Bapak yang terhormat ini, Bapak Aburizal Bakrie buru-buru sekali mendatangi korban tenggelamnya sebuah Daerah oleh karena Jebolnya Situ Gintung di daerah Ciputat, Tangerang. Satu lagi bukti yag menunjukkan bahwa alam seolah-olah “tidak bersahabat” dengan pemerintah saat ini.

Aneh Bin Ajaib, di satu sisi reaksi yang dilakukan pemerintah terhadap kejadian Situ Gintung cukup cepat, apakah ini karena momen kampanye, hitung-hitung cari muka kepada rakyat Indonesia atau sering disebut dengan Pencitraan, disisi yang lain, jeritan dan tangisan korban Lumpur Sidoarja di biarkan saja?
Pembagian BLT mungkin membantu sebentar kesulitan rakyat yang jelas-jelas bertambah miskin, tapi bagaimana dengan korban Lapindo?
Layak ditunggu, apa yang akan dilakukan pemerintah selanjutnya terkait dengan BLT, Korban Lapindo dan Korban Situ Gintung ini?


akhh persetan dengan politik…
Hentikan semua bentuk Cari Muka ini!!!

PRABOWO dan GERINDRA !?

Salah satu Fenomena Pemilu 2009!”, kiranya pantas diberikan kepada Prabowo dan Partai Gerindra. Bila tidak ada kejutan yang lain, semua orang mungkin sepakat bahwa Prabowo dan partai Gerindra akan memperoleh dukungan yang signifikan pada Pemilu kali ini.
Apa yang menyebabkan semua ini? Apakah karena jumlah rupiah yang seolah tak terbatas, yang dibelanjakan untuk iklan, operasional partai untuk menghimpun massa, bahkan dengan beraninya menjanjikan asuransi untuk setiap orang yang mendaftar menjadi anggota partai? Atau karena memang rakyat butuh pemimpin dengan jejak sejarah seperti profil Prabowo? Atau, mungkin karena begitu sempurna-nya tawaran program yang diberikan Prabowo dan partai Gerindra sehingga seolah-olah mampu menjawab sebagian besar persoalan bangsa ini?

Lantas, bagaimana dengan masa lalu beliau? Bagaimana dengan kontroversi soal keterlibatan beliau terhadap penculikan dan pembunuhan mahasiswa pada saat-saat demontrasi menuntut reformasi, yang mengakibatkan beliau di”pensiun”kan dari TNI? Bagaimana pula dengan sekian banyak cerita, entah benar atau tidak, tentang bagaimana arogan-nya beliau selama menjadi menantu almarhum Soeharto dan menjadi petinggi di ABRI dalam rentang waktu yang tidak wajar? Apakah semua hal ini tidak pantas di perhitungkan jika kelak beliau berhasil menjadi pemimpin negeri ini?

Berbagai pertanyaan dan jawaban muncul sekaligus di kepala saya dengan begitu banyak teori konspirasi yang saya kira mungkin akan menjadi kesimpulan atas fenomena Prabowo dan Partai Gerindra, tetapi ternyata tetap meragukan. Bagaimana mungkin korban penculikan seperti Pius Lustrilanang dan beberapa orang lagi bisa bergabung dengan Prabowo? Apa yang menjadi penyebabnya? apakah karena uang atau mungkin korban-korban penculikan ini ingin “menjaga/mengawasi dari dekat” Prabowo agar tidak neko-neko?! Apakah hanya sebatas itu daya tahan idealisme mereka (korban penculikan) selama ini? atau Prabowo berhasil meyakinkan mereka (korban penculikan) bahwa semata-mata bukan hanya Prabowo yang bertanggungjawab atas kejadian itu, dan bukan pula terjadi karena kehendaknya?

Terlanjur, saya menjadi seorang yang sangat berhasrat dengan segala bentuk teori konspirasi. Membuat saya semakin bingung dengan semua fenomena ini, sehingga semakin membulatkan tekad untuk tetap mengambil jarak dari politik praktis dan merasa lebih baik menjadi penonton yang tetap mengawasi proses demokrasi saat ini. Bagaimana pun saya harus menghargai usaha yang dilakukan Prabowo dan Gerindra hingga bisa sampai sejauh ini.

Pantas kita tunggu, lihat dan awasi, apakah semua fenomena awal Pemilu ini akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi proses berbangsa dan bernegara, khususnya bagi demokrasi yang sedang kita bangun?

Majulah Terus Indonesia !

PROPINSI TAPANULI : Tetap Pilihan Yang Terbaik !


Belum lama berlalu berita tentang demo yang anarkis menuntut pembentukan Provinsi Tapanuli di Medan, Sumut yang mengakibatkan meninggalnya Ketua DPRD Sumut. Kontroversi masalah pembentukan provinsi Tapanuli tenggelam dalam hiruk pikuk kampanye Pemilu 2009. Sementara proses hukum buat para tersangka tetap berjalan, masyarakat Tapanuli tidak tahu persis sampai dimana saat ini rencana pembentukan provinsi Tapanuli tersebut. Justru disaat minimnya informasi tentang kelanjutan rencana tersebut, masyarakat Tapanuli disuguhi janji-janji kampanye para caleg dari berbagai partai yang akan “mendukung” rencana pembentukan Provinsi Tapanuli jika terpilih kelak. Apakah bualan dan jualan kampanye ini dapat diterima masyarakat Tapanuli dan bagaimana kelak realisasi dari janji-janji tersebut, biarlah waktu yang membuktikan. Yang paling dibutuhkan saat ini adalah bagaimana proses ini dapat berjalan terus. Mengenai kekurangan disana-sini tentang persyaratan administrasi dan lain-lain agar terus dibenahi dan diperhatikan. Salah Seorang Calon Legislatif yang cukup berpengaruh di Jakarta ini pernah mengatakan kepada saya bahwa syarat-syarat dan ketentuan yang telah dipenuhi dan diikuti oleh para penggagas provinsi Tapanuli justru salah satu yang paling baik dan paling lengkap dari sekian banyak daerah yang sudah dan sedang menjadi provinsi, dan apa yang sudah dilakukan para penggagas provinsi ini sebelum demo anarkis dianggap cukup elegan, makanya beliau berketetapan hati untuk mendukung provinsi Tapanuli dari sebelumnya tidak peduli atau abstain.

Perdebatan mengenai perlu atau tidak Tapanuli menjadi sebuah provinsi, tetap menyita perhatian saya. Begitu banyak informasi sebelumnya yang kita dengar tentang polemik ini. Sebagian ada yang menolak dengan alasan tertentu atau sama sekali tanpa alasan, ada juga yang tidak bergairah untuk setuju atau menolak rencana ini, akan tetapi sebagian besar lagi, termasuk saya, justru gigih mendukung agar Tapanuli menjadi sebuah provinsi.

Apakah Tapanuli akan lebih maju jika menjadi provinsi? Atau, lebih baik tetap dengan seperti saat ini, dengan kondisi pembangunan yang jelas-jelas tidak merata, jauh sekali Tertinggal dari kota Medan, Pematang Siantar, Kabanjahe, bahkan Langkat, Tebingtinggi, Binjai, Deliserdang dan lainnya? Apakah Danau Toba dan Pulau Samosir sebagai asal usul dari suku-suku Batak, dan menjadi Pusat dari semua Kebudayaan Batak yang luhur akan semakin berkembang jika menjadi provinsi atau justru sebaliknya? Apakah Masyarakat, khususnya yang bermukin di provinsi itu nantinya, akan semakin sejahtera, semakin pintar, semakin damai, atau sebaliknya? Apakah nama “provinsi Tapanuli” masih relevan jika kelak Sibolga dan tapian nauli tidak termasuk didalamnya atau justru lebih baik memakai nama “Provinsi Batak”? Dimana ibukotanya? Bagaimana soal Pemimpin Daerahnya?

Begitu banyak pertanyaan yang masih berkecamuk di kepala saya, ketika mencoba mereka-reka bagaimana jika Tapanuli menjadi provinsi atau tetap seperti saat ini. Dan dari semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, dengan segala keterbatasan pengetahun dan kompetensi, saya menyimpulkan bahwa Tapanuli lebih baik jadi sebuah provinsi.

Dengan alasan antara lain :
- Tapanuli dikenal dan diyakini sebagai asal usul dan pusat peradaban Batak dan suku-sukunya yang sudah ada hampir di seluruh pelosok negeri ini bahkan dunia, sudah sepantasnya mempunyai sebuah provinsi sejajar dengan provinsi-provinsi lain seperti di jawa, bali, papua, Kalimantan, Sulawesi. Pengembangan Kebudayaan Batak akan jauh lebih baik dan lebih tersentralisasi jika menjadi sebuah provinsi. Tidak seperti saat ini terbagi-bagi dalam beberapa kabupaten, yang kadang-kadang mengklaim merasa paling bertanggungjawab sendiri-sendiri atas Batak dan Kebudayaan Batak. Sementara Provinsi Sumatera Utara secara umum, mempunyai beberapa suku-suku yang masing-masing membutuhkan perhatian sendiri-sendiri, dan masing-masing mengedepankan kepentingan sendiri.

- Sumber Daya Tapanuli mencukupi untuk menjadi sebuah provinsi terlebih sumber daya manusia sebagai salah satu keunggulannya yang selama ini justru banyak mengabdikan kemampuan materil maupun immateril diluar daerah Tapanuli. Sumber Daya Tapanuli Tidak lebih buruk dari Sumber Daya sebagian provinsi yang ada di Negara ini.

- Kekhawatiran mengenai sisi negatif budaya orang Batak seperti : semua ingin jadi raja, sombong bila sudah sukses, dan lain-lain, saya pikir tidak lantas menjadi salah satu hal yang pantas untuk dijadikan alasan menolak provinsi Tapanuli dan bukan hal yang tidak bisa diselesaikan dengan baik oleh orang Tapanuli. Mengingat pragmatisme orang Batak dan juga mengingat begitu kuatnya pengaruh adat istiadat dalam keseharian orang Batak secara umum. Maka pendekatan sosio cultural dan religi yang lebih intens akan bisa menjadi jawaban atas berbagai sisi negatif budaya tersebut diatas

- Jika Tapanuli menjadi sebuah provinsi akan mengurangi “jarak” yang sangat signifikan terhadap pusat-pusat pengambilan keputusan khususnya di tingkat provinsi, tentu ini akan sangat membantu dalam proses pembangunan di Tapanuli nantinya. Dan ini akan berpengaruh besar dalam proses peningkatan kesejahteraan, pendidikan, keamanan, kesehatan dan lain-lain.

- Posisi Tawar Tapanuli di semua lini akan semakin tinggi di Negara ini dan bahkan mungkin di dunia. Saya justru heran kalau ada yang mengatakan bahwa posisi tawar Tapanuli akan semakin turun jika jadi provinsi, logikanya darimana? Meski selama ini harus kita akui bahwa tidak ada masalah yang serius dengan posisi tawar orang Batak di Negara Indonesia dan di dunia.

- Adanya beberapa usulan dan analisa bahwa Indonesia secara keseluruhan Indonesia layak untuk mempunyai 60-an provinsi. Mengingat Sebuah Negara “sekecil” Singapura pun bisa menjelma menjadi salah satu Negara paling makmur di dunia, meski perbandingan dengan Singapura kurang tepat.

Masih banyak alasan lain yang semakin meyakinkan saya bahwa pilihan Tapanuli menjadi sebuah provinsi lebih, jauh lebih baik, daripada seperti yang ada saat ini.

Horas !
Mari kita dukung terus Provinsi Tapanuli !

PAJAK dan BATAK


Belakangan ini sering kita dengar tentang anjuran untuk pendaftaran secara gratis semua wajib pajak dan sudah ditutup pada tanggal 31 maret kemarin. Kemudian diserukan agar diperpanjang kembali, walaupun sebelumnya sudah pernah diperpanjang, karena ternyata antusiasme masyarakat demikian besar untuk mengikuti anjuran ini. Satu lagi contoh bagaimana besarnya keinginan rakyat Indonesia untuk menjadi suatu bangsa yang lebih maju. Saya kadang terheran-heran dengan semua “kebaikan” rakyat Indonesia ini. Bagaimana pun besarnya kekecewaan terhadap elit-elit Negara, Birokrasi dan layanan publik yang masih berbelit-belit dengan biaya yang sangat tinggi, pungli, perilaku korupsi dari pemangku jabatan yang tertinggi sampai yang terendah, Penggunaan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi dan kelompok, nepotisme, dan masih banyak lagi kekecewaan-kekecewaan terhadap Penyelenggara Negara, namun tetap saja masyarakat berharap agar segala sesuatu dapat menjadi lebih baik. Dan Negara Republik Indonesia menjadi Negara yang lebih maju, bersih dan bersahaja bagi siapa saja termasuk bagi orang luar. Sungguh Luar Biasa !

Kembali ke masalah pajak, Harus kita acungi jempol buat semua jajaran Dirjen Pajak dan semua lembaga yang terkait di dalamnya. Luar Biasa pencapaian mereka saat ini. Mudah-mudahan ini semua bukan lantaran kejar target atau lebih menyedihkan lagi kalau ini dibuat semata-mata untuk pencitraan bagi pemerintah yang sedang ikut berkompetisi dalam kontes Pemilu. Saya yakin tidak ada tendensi ke arah Pencitraan dalam Pemilu.
Penghargaan atas kesuksesan Jajaran Pajak dalam hal ini, pantas diberikan kepada Bapak Darmin Nasution, sebagai orang nomor satu dalam jajaran Pajak.

Mengingat Bapak Darmin ini ada Marga Nasution-nya yang berarti beliau adalah orang Batak. Sangat layak untuk di apresiasi dengan baik. Belum lama ini secara bergurau teman saya, yang bukan orang Batak, mengatakan soal kesuksesan masalah Pajak ini, begini katanya : “ Kan, sudah Orang Batak yang urus, Jadi apa lagi yang ditakutkan? Pasti beres!”, Saya tersenyum…langsung berpikir : dia ini memuji atau mengejek?. Kalimat sederhana yang benar-benar membuat saya berpikir cukup keras, sangat dilematis. Disatu sisi, Pak Darmin Nasution sebagai Orang Batak membuat saya bangga atas keberhasilan ini, tapi di sisi lain, saya seolah-olah mendapatkan kesan bahwa orang Batak yang lain, bukanlah orang-orang yang taat Pajak. Atau lebih parah, orang-orang Batak yang ada dalam Jajaran Pajak-lah yang selama ini turut andil dalam ketidakberesan perpajakan dalam negeri. Sehingga ketika Orang Batak yang memimpin, segala sesuatunya menjadi lebih mudah. Benarkah demikian???. Saya jadi teringat salah satu note dari penghuni facebook ini yang kebetulan orang batak, bercerita tentang seorang batak yang bernama, Horas, bisa menyelesaikan masalah pencurian bola Golf dan “mengusir” celeng (babi hutan) dengan sangat baik dan tanpa biaya, sehingga si Horas ini dinaikkan jabatannya. Selengkapnya baca di http://www.facebook.com/note.php?note_id=57380102251&id=1185672717&index=3 (sori lae petrus, note-nya aku pinjam )

Terakhir, untuk semua PNS di direktorat jenderal Pajak, terimakasih atas kerja keras anda, tapi jangan lupa di luar sana masih banyak orang-orang, baik secara pribadi maupun bersama-sama, berusaha untuk menipu pajak dengan berbagai cara. Ada yang secara sengaja membuat kantor dan gudangnya didalam rumah pribadi, tidak membuat Papan Nama sebagai pengenal buat perusahaannya, sehingga sulit dilacak pegawai pajak, ada juga yang sengaja membuat perusahaan dengan lebih dari 1 macam bentuk, 1 kali berbentuk PD atau CV, satu lagi berbentuk PT, entah apa maksudnya dan bagaimana caranya. Di dalam perusahaan yang begini saya pernah bekerja, sudah cukup lama berselang dari saat ini. Sering saya perhatikan, kalau pegawai pajak datang maka, buru-buru semua Gudang dikunci rapat-rapat, cukup hanya membuka satu gudang kecil dan tidak begitu banyak stok barang didalamnya dan kita hanya memperkenalkan diri sebagai perusahaan berbentuk PD, kemudian suatu ketika orang Bank datang, maka semua gudang dibuka lebar-lebar dan kita memperkenalkan diri sebagai perusahaan berbentuk PT. Saya kurang tahu persis bagaimana cara kerjanya, tapi saya yakin disitu ada upaya penipuan pajak. Kemudian ada juga dengan cara membuat pembukuan ganda, dan masih banyak lagi cara-cara penipuan pajak termasuk juga dengan melibatkan orang-orang pajak sendiri. Mungkin orang-orang pajak lebih tahu dan lebih pengalaman soal-soal yang begini. Oleh karena itu, besar harapan saya sebagai rakyat biasa, agar direktorat jenderal Pajak bekerja lebih baik dan semakin maju terus menerus. Berlomba-lomba berbuat kebaikan bagi Bangsa dan Negara ini.

Pesan : bisa tidak agar semua jenis kewajiban sejenis pajak, cukup dibayarkan kepada direktorat jenderal pajak saja?. Sekarang ini banyak sekali tagihan serupa pajak, khususnya untuk pegurusan ijin-ijin yang membuat beban tagihan pribadi maupun pelaku usaha semakin berat sehingga mau tidak mau berupaya untuk menipu pajak maupun tagihan lainnya. Bayangkan saja untuk urusan pembuatan KTP saja kita tetap keluar biaya, sebab kalau tidak bayar pasti lama sekali, belum lagi pengurusan SIM, dll. Minimal jangan terlalu banyak tagihan-tagihan dalam berbagai bentuk. Kurangi dong..!

Bravo Pajak! Mohon maaf buat teman-teman kalau ada kata-kata yang salah atau kurang berkenan

Majulah Terus Indonesia!
Bookmark and Share