Wednesday, June 24, 2009
Tuesday, May 5, 2009
Tragedi Cinta Atau Hukum Rimba?
Antasari Azhar Dijadikan Saksi kemudian menjadi Tersangka Pembunuhan salah sorang Direktur BUMN, Alm, Nasrudin Zulkarnain!
Akhirnya, setelah hiruk pikuk berita politik yang lama-lama semakin membosankan, Rakyat Indonesia kembali mendapatkan berita Spektakuler yang sangat menyita dan menarik perhatian, melampaui berita-berita tentang perlawanan ratusan tentara di Sentani, berita tentang Indonesia yang ternyata menjadi salah satu Negara Pengutang Terbesar di ADB dan merupakan Utang Negarayang Paling Tinggi sejak Indonesia Merdeka (nah lo….katanya udah keluar dari IMF dan menurunkan utang Negara seperti yang di iklan-iklan kampanye itu???.. Bohong dong selama ini??), dan tak ketinggalan berita politik yang masih tetap membutuhkan perhatian seperti, Deklarasi JK-Win, PDI-P yang menjadi Juara Sementara pada perhitungan secara manual, dan juga rasa penasaran mengenai siapa selanjutnya pendamping SBY dan juga Pendamping Megawati, serta berita-berita lainnya.
Dan, lagi-lagi Polisi menunjukkan “taji”nya ditengah-tengah pergolakan politik Negara ini. Setelah mendapat sorotan yang tak elok dalam beberapa kasus terakhir yang melibatkan polisi, seperti kasus Pelanggaran Kampanye yang dilakukan Eddhie Baskoro Anaknya SBY dan kasus penolakan Laporan Bawaslu soal Pemilu Legislatif yang baru berlalu.
Antasari Azhar, Pria Berkumis kelahiran Bangka Belitung yang kebetulan pernah kuliah di Universitas yang sama dengan saya yaitu, Universitas Sriwijaya, Palembang, seorang Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang fenomenal itu, selama ini dikenal sebagai pahlawan anti-korupsi yang sangat membanggakan dan berhasil meringkus koruptor-koruptor kawakan tanpa kecuali, dan yang paling mencengangkan tentunya penangkapan Besan Presiden SBY, Bpk Aulia Pohan bersama rekan-rekannya.
Sungguh mengherankan akhirnya Antasari Azhar ditangkap sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Alm, Nasrudin, dituduh sebagai otak pembunuhan karena dendam soal urusan cinta segitiga antara beliau, korban alm.Nasrudin, dan seorang “korban” lainnya yakni Rani Juliani, Mahasiswi sebuah Perguruan Tinggi Swasta, yang memang cantik.
Saya Takjub sekaligus tidak percaya dan bertanya-tanya dalam hati ?! Masa iya sih, gara-gara seorang gadis cantik, beliau tega merencanakan pembunuhan itu? Selain karena, saya lihat secara fisik istri beliau cukup cantik dan juga menyadari kenyataan bahwa begitu banyak dan begitu mudahnya mendapatkan gadis cantik, bahkan jauh lebih cantik dan lebih “segar” dari Rani Juliani di Kota Jakarta ini. Seandainya saya punya cukup kekayaan, dengan tampang pas-pasan sekalipun, saya yakin dapat menggaet gadis yang lebih baik dari yang mereka perebutkan, sumpah deh hahahah… Untuk hal ini mungkin saya sarankan kita perlu belajar banyak sama Syeckh Puji
Dan, masa iya, mereka-mereka yang terlibat yang notabene orang-orang yang cukup hebat, seperti seorang mantan Kapolres di Jakarta dan seorang pengusaha cukup terkenal mau mempertaruhkan semua yang mereka miliki untuk membantu membunuh seorang direktur BUMN hanya karena cinta membabi buta kepada seorang “caddy” cantik??? Jadi bagi saya, agak kurang masuk akal alasan cinta segitiga atau alasan perebutan seorang “caddy” dalam masalah ini.
Namun demikian kita tidak boleh mendahului proses hukum, terlebih bapak Antasari Azhar sudah membantah dengan tegas soal “Tragedy Cinta” ini. Apa pun yang terjadi selanjutnya mari sama-sama kita cermati. Tentunya kita semua, Rakyat Indonesia tidak ingin kasus ini hanya merupakan konspirasi tingkat tinggi demi kepentingan politik seseorang atau sekelompok orang semata. Tidak pantas kiranya kalau orang-orang yang nyata-nyata berjuang demi tegaknya pemerintahan yang bersih, jujur, tidak korupsi harus berjatuhan karena syahwat kekuasaan seseorang atau hanya karena dendam pribadi. Kita Percaya pada akhirnya Kebenaran Sejati akan terungkap.
Memang, dari kacamata pribadi saya, melihat bahwa persaingan politik saat ini sudah masuk ke tahap yang lebih serius. Bukan lagi sekedar perang kata-kata, mengumbar cerca dan kritik dimana-mana, menggertak-gertak tidak karuan, tapi sudah sampai pada tahap “Baku Pukul” dan pada akhirnya saya pastikan akan sampai pada Tahap “Pukulan Mematikan” seperti istilah perang yang sering kita dengar, “Selalu Persiapkan Pukulan Terakhir yang Paling Mematikan”.
Sungguh Tragis jika suatu saat Rakyat Indonesia dipertontonkan Opera Politik “ Hukum Rimba” yang mengorbankan orang-orang baik, apalagi jika yang melakukan hal tersebut adalah orang-orang yang selama ini dianggap seolah-olah sebagai “Dewa Penyelamat” Bangsa, tapi pada kenyataannya sangat kejam dan bengis. Ini Zaman Reformasi bung..!!! bukan lagi zaman Orde Baru dengan “The Smiling General”nya.
Kita juga mengharapkan agar kasus ini tidak semata-mata hanya untuk mengalihkan perhatian Masyarakat dan perhatian Media atas Kekisruhan DPT dan penghitungan suara, Kegagalan Pemerintah menghadirkan Demokrasi yang anggun, legitimate dan berwibawa, Kritikan masyarakat atas kinerja POLRI, atau yang lebih parah, kasus pembunuhan ini justru di “setting” untuk mengaburkan masalah yang sebenarnya, sementara masalah yang sebenarnya sudah terkubur bersama sang korban.
MAJULAH TERUS INDONESIA !
Sunday, May 3, 2009
Kipas angin
Berhembus santai di depan hidungku
Membawa kabar penyejuk raga
Diputar baling-baling serong
Kokoh dari plastik
Ku terbayang belaian kasih dari rambut mahkota perempuanku
Meraba kulitku, sejuk..
Kipas angin seujung tanganku
Perempuanku entah dimana
Kipas angin membelaiku
Perempuanku merayu siapa
Kipas angin saudaraku, damai
Warna tulangmu biru
Perempuan anak siapaku
Punya hidung mancung ke dalam
Tak seindah bibirmu
Tak seindah betismu
Jauh dari kekenyalan tubuhmu
Meski rindu tak terkata
Berharap angin membawamu
Disetiap putaran baling-baling kipas angin
Sebab rinduku sudah kutitipkan bersama doa-doaku, getar-getar hatiku
Alunan gitarku, merdu suaraku
Dan kehinaanku
Aku ingin melamarmu
Kipas angin bawalah aku kepadanya
Friday, April 24, 2009
Pemimpin yang Berkelit (soal PEMILU)
Tahun ini mungkin pantas disebut sebagai Tahun Pertaruhan Demokrasi yang diperjuangkan dengan susah payah, penuh keringat, darah, nyawa dan airmata oleh Mahasiswa Indonesia dan berbagai komponen bangsa pada tahun 1998. Lebih 10 tahun Negara Indonesia menikmati kebebasan, Proses PEMILU Legislatif dan PEMILU Presiden 2009, sebagai puncak dari proses kontestasi Demokrasi 5 tahunan sudah melewati tahap Pemilu Legislatif, sementara ini dimenangkan oleh partai-nya Presiden Indonesia Incumbent.
Keributan yang terjadi belakangan ini soal hasil PEMILU Legislatif sungguh sangat menyita perhatian dan membuat kita cemas dengan berbagai pernyataan-pernyatan yang kadang saling menyerang bahkan ada yang terkesan menakut-nakuti rakyat dan disaat yang sama meminta dukungan rakyat seolah seperti “dewa penyelamat” dengan berbagai macam trik komunikasi baik dari sisi Pemerintah yang diwakili Presiden, dan di sisi lain dari berbagai tokoh dari berbagai latar belakang partai.
Kita Cemas dengan berbagai penolakan yang sudah terjadi dibeberapa daerah atas hasil Pemilu Legislatif oleh berbagai partai. Apa yang akan terjadi jika penolakan itu benar-benar dilakukan oleh sebagian besar partai peserta Pemilu Legislatif, bagaimana soal legitimasi hasil pemilu? Bagaimana dengan proses Pemilu Presiden selanjutnya?
Kita cemas dengan pernyataan Presiden soal adanya isu revolusi, entah benar atau tidak. Siapakah orang dicurigai akan melakukan revolusi itu? Bagaimana gambaran revolusi yang bakal terjadi? Benarkah akan terjadi seperti masa reformasi tahun 1998 atau seperti yang terjadi saat ini di Negara Thailand? Kenapa TNI. Polri, Intelijen tidak memberikan beberapa data/masukan ke masyarakat soal isu ini? Paling tidak untuk mendukung sinyalemen yang diucapkan Presiden, atau jangan-jangan ini hanya “rekaan” presiden saja sekedar untuk mendramatisir suasana dan berusaha meraih simpati masyarakat?
Kita cemas dengan adanya rencana isu boikot Pemilu, seperti yang diwacanakan oleh Wiranto, Prabowo, kemudian dijawab oleh pernyataan seorang penasehat Presiden bahwa ajakan boikot merupakan tindakan pidana yang tentu bila terbukti dapat mengakibatkan seseorang di hukum atau di penjara. Saya tidak bisa bayangkan apa yang terjadi jika Wiranto, Prabowo atau Megawati di penjara. Apa kira-kira yang akan dilakukan pengikut mereka ini selanjutnya?
Kita cemas jika nanti Pemilu Presiden hanya diikuti tidak lebih dari 30 % Penduduk yang berhak memilih, apakah pantas mereka yang jadi pemenang dianggap sebagai pemenang? Atau malah, bagaimana jika Pemilu Presiden benar-benar buntu, hanya diikuti oleh satu kontestan?
Soal Pemilu Legislatif yang baru lalu memang menyisakan banyak masalah yang hingga saat ini belum selesai. Adanya Dugaan Kecurangan Sistematis, terlebih dengan banyaknya Pemilih yang tidak masuk DPT sehingga tidak bisa menggunakan hak-nya, hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia, perhitungan suara yang tersendat, sementara disaat yang sama para caleg, partai-partai menunggu dengan penuh konsentrasi hasil perhitungan suara, perilaku polisi yang dianggap “berat sebelah”, Caleg-caleg yang stress, bunuh diri, gila akibat tidak siap kalah. Adakah orang yang tertarik untuk memberi dukungan moral, dukungan materil maupun immaterial bagi Caleg-Caleg yang kalah, sebab bagaimana pun mereka ini telah berbuat sesuatu bagi partai-nya. Apakah Tidak ada orang atau partai yang tergerak untuk membantu mereka bangkit dan menghidupkan kembali roda ekonomi atau keuangan-nya yang mungkin sudah terkuras habis selama kampanye? Paling tidak, daripada terlalu sibuk memikirkan koalisi untuk menjadi pemenang, mengapa partai-partai tidak berkoalisi untuk membantu mereka yang kalah ini, bahkan menurut saya, jika ditolong, mereka yang berjumlah lebih kurang 1,5 juta orang yang kalah ini bisa menjadi senjata yang ampuh untuk memenangkan Pemilu Presiden nanti.
Namun, diantara semua itu, yang paling mengusik pikiran saya adalah soal tindakan Pemerintah yang banyak berkelit dan terkesan lepas tanggungjawab soal berbagai kekisruhan yang terjadi selama masa Pemilu Legislatif. Kecerdasan saya dan mungkin seluruh rakyat Indonesia benar-benar ditantang takkala Presiden mengatakan bahwa Pemerintah tidak bisa dianggap Bertanggungjawab atas segala masalah yang dilakukan oleh KPU karena memang UU telah mengatur demikian. Aneh, bagaimana mungkin pemerintah tidak bertanggungjawab, jika ternyata akibat ulah KPU dan atau siapapun, Masa Depan Negara ini di pertaruhkan, lantas siapa yang bertanggungjawab? Bukankah berhasil atau tidaknya Pemilu sungguh menentukan dalam penilaian berhasil atau tidaknya iklim demokrasi yang dibangun oleh pemerintah saat ini? Selanjutnya, saya ingin tahu, apa kira-kira yang akan dikatakan Presiden seandainya Pemilu kemarin berlangsung dengan sangat baik? Terlebih mengingat Presiden saat ini akan maju sebagai calon Presiden yang akan datang.
Kebiasaan berkelit oleh karena kemampuan berkomunikasi yang baik disertai penampilan penuh pesona yang mampu memukau sebagian besar rakyat Indonesia, hingga seolah-olah terbius, melupakan berbagai masalah yang tidak atau belum terselesaikan oleh Pemerintah saat ini, sungguh-sungguh membuat kita yang masih bisa objektif menjadi sangat khawatir, jangan-jangan era "The Smiling General" akan kembali dengan jubah yang baru? segala sesuatu masih mungkin. Begitu banyak masalah, kekurangan-kekurangan bahkan tindakan-tindakan yang dinilai sebagian orang mencederai semangat pluralisme dan nasionalisme dalam berbangsa dan bernegara, masih tergambar jelas dalam memori orang-orang yang mungkin masih bisa objektif menilai pemerintahan saat ini, UU Pendidikan, UU Anti Pornography dan Pornoaksi, UU BHP, dan masih banyak UU dan berbagai peraturan kebijakan produk pemerintahan saat ini yang masih terasa mengganjal. Tentu tidak bisa kita lupakan begitu saja, dan masih teringat jelas siapa dan partai apa yang menolak dan yang mendukung, semua produk hukum tersebut.
Keributan yang terjadi belakangan ini soal hasil PEMILU Legislatif sungguh sangat menyita perhatian dan membuat kita cemas dengan berbagai pernyataan-pernyatan yang kadang saling menyerang bahkan ada yang terkesan menakut-nakuti rakyat dan disaat yang sama meminta dukungan rakyat seolah seperti “dewa penyelamat” dengan berbagai macam trik komunikasi baik dari sisi Pemerintah yang diwakili Presiden, dan di sisi lain dari berbagai tokoh dari berbagai latar belakang partai.
Kita Cemas dengan berbagai penolakan yang sudah terjadi dibeberapa daerah atas hasil Pemilu Legislatif oleh berbagai partai. Apa yang akan terjadi jika penolakan itu benar-benar dilakukan oleh sebagian besar partai peserta Pemilu Legislatif, bagaimana soal legitimasi hasil pemilu? Bagaimana dengan proses Pemilu Presiden selanjutnya?
Kita cemas dengan pernyataan Presiden soal adanya isu revolusi, entah benar atau tidak. Siapakah orang dicurigai akan melakukan revolusi itu? Bagaimana gambaran revolusi yang bakal terjadi? Benarkah akan terjadi seperti masa reformasi tahun 1998 atau seperti yang terjadi saat ini di Negara Thailand? Kenapa TNI. Polri, Intelijen tidak memberikan beberapa data/masukan ke masyarakat soal isu ini? Paling tidak untuk mendukung sinyalemen yang diucapkan Presiden, atau jangan-jangan ini hanya “rekaan” presiden saja sekedar untuk mendramatisir suasana dan berusaha meraih simpati masyarakat?
Kita cemas dengan adanya rencana isu boikot Pemilu, seperti yang diwacanakan oleh Wiranto, Prabowo, kemudian dijawab oleh pernyataan seorang penasehat Presiden bahwa ajakan boikot merupakan tindakan pidana yang tentu bila terbukti dapat mengakibatkan seseorang di hukum atau di penjara. Saya tidak bisa bayangkan apa yang terjadi jika Wiranto, Prabowo atau Megawati di penjara. Apa kira-kira yang akan dilakukan pengikut mereka ini selanjutnya?
Kita cemas jika nanti Pemilu Presiden hanya diikuti tidak lebih dari 30 % Penduduk yang berhak memilih, apakah pantas mereka yang jadi pemenang dianggap sebagai pemenang? Atau malah, bagaimana jika Pemilu Presiden benar-benar buntu, hanya diikuti oleh satu kontestan?
Soal Pemilu Legislatif yang baru lalu memang menyisakan banyak masalah yang hingga saat ini belum selesai. Adanya Dugaan Kecurangan Sistematis, terlebih dengan banyaknya Pemilih yang tidak masuk DPT sehingga tidak bisa menggunakan hak-nya, hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia, perhitungan suara yang tersendat, sementara disaat yang sama para caleg, partai-partai menunggu dengan penuh konsentrasi hasil perhitungan suara, perilaku polisi yang dianggap “berat sebelah”, Caleg-caleg yang stress, bunuh diri, gila akibat tidak siap kalah. Adakah orang yang tertarik untuk memberi dukungan moral, dukungan materil maupun immaterial bagi Caleg-Caleg yang kalah, sebab bagaimana pun mereka ini telah berbuat sesuatu bagi partai-nya. Apakah Tidak ada orang atau partai yang tergerak untuk membantu mereka bangkit dan menghidupkan kembali roda ekonomi atau keuangan-nya yang mungkin sudah terkuras habis selama kampanye? Paling tidak, daripada terlalu sibuk memikirkan koalisi untuk menjadi pemenang, mengapa partai-partai tidak berkoalisi untuk membantu mereka yang kalah ini, bahkan menurut saya, jika ditolong, mereka yang berjumlah lebih kurang 1,5 juta orang yang kalah ini bisa menjadi senjata yang ampuh untuk memenangkan Pemilu Presiden nanti.
Namun, diantara semua itu, yang paling mengusik pikiran saya adalah soal tindakan Pemerintah yang banyak berkelit dan terkesan lepas tanggungjawab soal berbagai kekisruhan yang terjadi selama masa Pemilu Legislatif. Kecerdasan saya dan mungkin seluruh rakyat Indonesia benar-benar ditantang takkala Presiden mengatakan bahwa Pemerintah tidak bisa dianggap Bertanggungjawab atas segala masalah yang dilakukan oleh KPU karena memang UU telah mengatur demikian. Aneh, bagaimana mungkin pemerintah tidak bertanggungjawab, jika ternyata akibat ulah KPU dan atau siapapun, Masa Depan Negara ini di pertaruhkan, lantas siapa yang bertanggungjawab? Bukankah berhasil atau tidaknya Pemilu sungguh menentukan dalam penilaian berhasil atau tidaknya iklim demokrasi yang dibangun oleh pemerintah saat ini? Selanjutnya, saya ingin tahu, apa kira-kira yang akan dikatakan Presiden seandainya Pemilu kemarin berlangsung dengan sangat baik? Terlebih mengingat Presiden saat ini akan maju sebagai calon Presiden yang akan datang.
Kebiasaan berkelit oleh karena kemampuan berkomunikasi yang baik disertai penampilan penuh pesona yang mampu memukau sebagian besar rakyat Indonesia, hingga seolah-olah terbius, melupakan berbagai masalah yang tidak atau belum terselesaikan oleh Pemerintah saat ini, sungguh-sungguh membuat kita yang masih bisa objektif menjadi sangat khawatir, jangan-jangan era "The Smiling General" akan kembali dengan jubah yang baru? segala sesuatu masih mungkin. Begitu banyak masalah, kekurangan-kekurangan bahkan tindakan-tindakan yang dinilai sebagian orang mencederai semangat pluralisme dan nasionalisme dalam berbangsa dan bernegara, masih tergambar jelas dalam memori orang-orang yang mungkin masih bisa objektif menilai pemerintahan saat ini, UU Pendidikan, UU Anti Pornography dan Pornoaksi, UU BHP, dan masih banyak UU dan berbagai peraturan kebijakan produk pemerintahan saat ini yang masih terasa mengganjal. Tentu tidak bisa kita lupakan begitu saja, dan masih teringat jelas siapa dan partai apa yang menolak dan yang mendukung, semua produk hukum tersebut.
Tuesday, April 7, 2009
BLT, Korban LAPINDO dan Situ Gintung
Hari-hari terakhir ini kita mendengar banyak berita dan silang pendapat tentang Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diberikan oleh pemerintah disaat-saat Kampanye Pemilu Legislatif. Saya mencurigai bahwa itu adalah upaya pemerintah saat ini untuk mencari dukungan dalam rangka Pemilu legislative dan lebih jauh untuk pemilu Presiden sesudahnya.
Kita tidak habis pikir bagaimana pemerintah membagi-bagikan BLT sementara rakyat Sidoarjo sampai hari ini masih terlunta-lunta, belum memperoleh uang ganti rugi akibat rumah dan seluruh harta bendanya terendam Lumpur akibat perbuatan tidak bertanggungjawab PT Lapindo Brantas, yag salah satu pemiliknya adalah Aburizal Bakrie, yang juga merupakan bagian dari pemerintah saat ini.
Dan lebih aneh lagi, saya melihat di media-media nasional, Pemerintah termasuk Bapak yang terhormat ini, Bapak Aburizal Bakrie buru-buru sekali mendatangi korban tenggelamnya sebuah Daerah oleh karena Jebolnya Situ Gintung di daerah Ciputat, Tangerang. Satu lagi bukti yag menunjukkan bahwa alam seolah-olah “tidak bersahabat” dengan pemerintah saat ini.
Aneh Bin Ajaib, di satu sisi reaksi yang dilakukan pemerintah terhadap kejadian Situ Gintung cukup cepat, apakah ini karena momen kampanye, hitung-hitung cari muka kepada rakyat Indonesia atau sering disebut dengan Pencitraan, disisi yang lain, jeritan dan tangisan korban Lumpur Sidoarja di biarkan saja?
Pembagian BLT mungkin membantu sebentar kesulitan rakyat yang jelas-jelas bertambah miskin, tapi bagaimana dengan korban Lapindo?
Layak ditunggu, apa yang akan dilakukan pemerintah selanjutnya terkait dengan BLT, Korban Lapindo dan Korban Situ Gintung ini?
akhh persetan dengan politik…
Hentikan semua bentuk Cari Muka ini!!!
PRABOWO dan GERINDRA !?
Salah satu Fenomena Pemilu 2009!”, kiranya pantas diberikan kepada Prabowo dan Partai Gerindra. Bila tidak ada kejutan yang lain, semua orang mungkin sepakat bahwa Prabowo dan partai Gerindra akan memperoleh dukungan yang signifikan pada Pemilu kali ini.
Apa yang menyebabkan semua ini? Apakah karena jumlah rupiah yang seolah tak terbatas, yang dibelanjakan untuk iklan, operasional partai untuk menghimpun massa, bahkan dengan beraninya menjanjikan asuransi untuk setiap orang yang mendaftar menjadi anggota partai? Atau karena memang rakyat butuh pemimpin dengan jejak sejarah seperti profil Prabowo? Atau, mungkin karena begitu sempurna-nya tawaran program yang diberikan Prabowo dan partai Gerindra sehingga seolah-olah mampu menjawab sebagian besar persoalan bangsa ini?
Lantas, bagaimana dengan masa lalu beliau? Bagaimana dengan kontroversi soal keterlibatan beliau terhadap penculikan dan pembunuhan mahasiswa pada saat-saat demontrasi menuntut reformasi, yang mengakibatkan beliau di”pensiun”kan dari TNI? Bagaimana pula dengan sekian banyak cerita, entah benar atau tidak, tentang bagaimana arogan-nya beliau selama menjadi menantu almarhum Soeharto dan menjadi petinggi di ABRI dalam rentang waktu yang tidak wajar? Apakah semua hal ini tidak pantas di perhitungkan jika kelak beliau berhasil menjadi pemimpin negeri ini?
Berbagai pertanyaan dan jawaban muncul sekaligus di kepala saya dengan begitu banyak teori konspirasi yang saya kira mungkin akan menjadi kesimpulan atas fenomena Prabowo dan Partai Gerindra, tetapi ternyata tetap meragukan. Bagaimana mungkin korban penculikan seperti Pius Lustrilanang dan beberapa orang lagi bisa bergabung dengan Prabowo? Apa yang menjadi penyebabnya? apakah karena uang atau mungkin korban-korban penculikan ini ingin “menjaga/mengawasi dari dekat” Prabowo agar tidak neko-neko?! Apakah hanya sebatas itu daya tahan idealisme mereka (korban penculikan) selama ini? atau Prabowo berhasil meyakinkan mereka (korban penculikan) bahwa semata-mata bukan hanya Prabowo yang bertanggungjawab atas kejadian itu, dan bukan pula terjadi karena kehendaknya?
Terlanjur, saya menjadi seorang yang sangat berhasrat dengan segala bentuk teori konspirasi. Membuat saya semakin bingung dengan semua fenomena ini, sehingga semakin membulatkan tekad untuk tetap mengambil jarak dari politik praktis dan merasa lebih baik menjadi penonton yang tetap mengawasi proses demokrasi saat ini. Bagaimana pun saya harus menghargai usaha yang dilakukan Prabowo dan Gerindra hingga bisa sampai sejauh ini.
Pantas kita tunggu, lihat dan awasi, apakah semua fenomena awal Pemilu ini akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi proses berbangsa dan bernegara, khususnya bagi demokrasi yang sedang kita bangun?
Majulah Terus Indonesia !
Apa yang menyebabkan semua ini? Apakah karena jumlah rupiah yang seolah tak terbatas, yang dibelanjakan untuk iklan, operasional partai untuk menghimpun massa, bahkan dengan beraninya menjanjikan asuransi untuk setiap orang yang mendaftar menjadi anggota partai? Atau karena memang rakyat butuh pemimpin dengan jejak sejarah seperti profil Prabowo? Atau, mungkin karena begitu sempurna-nya tawaran program yang diberikan Prabowo dan partai Gerindra sehingga seolah-olah mampu menjawab sebagian besar persoalan bangsa ini?
Lantas, bagaimana dengan masa lalu beliau? Bagaimana dengan kontroversi soal keterlibatan beliau terhadap penculikan dan pembunuhan mahasiswa pada saat-saat demontrasi menuntut reformasi, yang mengakibatkan beliau di”pensiun”kan dari TNI? Bagaimana pula dengan sekian banyak cerita, entah benar atau tidak, tentang bagaimana arogan-nya beliau selama menjadi menantu almarhum Soeharto dan menjadi petinggi di ABRI dalam rentang waktu yang tidak wajar? Apakah semua hal ini tidak pantas di perhitungkan jika kelak beliau berhasil menjadi pemimpin negeri ini?
Berbagai pertanyaan dan jawaban muncul sekaligus di kepala saya dengan begitu banyak teori konspirasi yang saya kira mungkin akan menjadi kesimpulan atas fenomena Prabowo dan Partai Gerindra, tetapi ternyata tetap meragukan. Bagaimana mungkin korban penculikan seperti Pius Lustrilanang dan beberapa orang lagi bisa bergabung dengan Prabowo? Apa yang menjadi penyebabnya? apakah karena uang atau mungkin korban-korban penculikan ini ingin “menjaga/mengawasi dari dekat” Prabowo agar tidak neko-neko?! Apakah hanya sebatas itu daya tahan idealisme mereka (korban penculikan) selama ini? atau Prabowo berhasil meyakinkan mereka (korban penculikan) bahwa semata-mata bukan hanya Prabowo yang bertanggungjawab atas kejadian itu, dan bukan pula terjadi karena kehendaknya?
Terlanjur, saya menjadi seorang yang sangat berhasrat dengan segala bentuk teori konspirasi. Membuat saya semakin bingung dengan semua fenomena ini, sehingga semakin membulatkan tekad untuk tetap mengambil jarak dari politik praktis dan merasa lebih baik menjadi penonton yang tetap mengawasi proses demokrasi saat ini. Bagaimana pun saya harus menghargai usaha yang dilakukan Prabowo dan Gerindra hingga bisa sampai sejauh ini.
Pantas kita tunggu, lihat dan awasi, apakah semua fenomena awal Pemilu ini akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi proses berbangsa dan bernegara, khususnya bagi demokrasi yang sedang kita bangun?
Majulah Terus Indonesia !
PROPINSI TAPANULI : Tetap Pilihan Yang Terbaik !
Belum lama berlalu berita tentang demo yang anarkis menuntut pembentukan Provinsi Tapanuli di Medan, Sumut yang mengakibatkan meninggalnya Ketua DPRD Sumut. Kontroversi masalah pembentukan provinsi Tapanuli tenggelam dalam hiruk pikuk kampanye Pemilu 2009. Sementara proses hukum buat para tersangka tetap berjalan, masyarakat Tapanuli tidak tahu persis sampai dimana saat ini rencana pembentukan provinsi Tapanuli tersebut. Justru disaat minimnya informasi tentang kelanjutan rencana tersebut, masyarakat Tapanuli disuguhi janji-janji kampanye para caleg dari berbagai partai yang akan “mendukung” rencana pembentukan Provinsi Tapanuli jika terpilih kelak. Apakah bualan dan jualan kampanye ini dapat diterima masyarakat Tapanuli dan bagaimana kelak realisasi dari janji-janji tersebut, biarlah waktu yang membuktikan. Yang paling dibutuhkan saat ini adalah bagaimana proses ini dapat berjalan terus. Mengenai kekurangan disana-sini tentang persyaratan administrasi dan lain-lain agar terus dibenahi dan diperhatikan. Salah Seorang Calon Legislatif yang cukup berpengaruh di Jakarta ini pernah mengatakan kepada saya bahwa syarat-syarat dan ketentuan yang telah dipenuhi dan diikuti oleh para penggagas provinsi Tapanuli justru salah satu yang paling baik dan paling lengkap dari sekian banyak daerah yang sudah dan sedang menjadi provinsi, dan apa yang sudah dilakukan para penggagas provinsi ini sebelum demo anarkis dianggap cukup elegan, makanya beliau berketetapan hati untuk mendukung provinsi Tapanuli dari sebelumnya tidak peduli atau abstain.
Perdebatan mengenai perlu atau tidak Tapanuli menjadi sebuah provinsi, tetap menyita perhatian saya. Begitu banyak informasi sebelumnya yang kita dengar tentang polemik ini. Sebagian ada yang menolak dengan alasan tertentu atau sama sekali tanpa alasan, ada juga yang tidak bergairah untuk setuju atau menolak rencana ini, akan tetapi sebagian besar lagi, termasuk saya, justru gigih mendukung agar Tapanuli menjadi sebuah provinsi.
Apakah Tapanuli akan lebih maju jika menjadi provinsi? Atau, lebih baik tetap dengan seperti saat ini, dengan kondisi pembangunan yang jelas-jelas tidak merata, jauh sekali Tertinggal dari kota Medan, Pematang Siantar, Kabanjahe, bahkan Langkat, Tebingtinggi, Binjai, Deliserdang dan lainnya? Apakah Danau Toba dan Pulau Samosir sebagai asal usul dari suku-suku Batak, dan menjadi Pusat dari semua Kebudayaan Batak yang luhur akan semakin berkembang jika menjadi provinsi atau justru sebaliknya? Apakah Masyarakat, khususnya yang bermukin di provinsi itu nantinya, akan semakin sejahtera, semakin pintar, semakin damai, atau sebaliknya? Apakah nama “provinsi Tapanuli” masih relevan jika kelak Sibolga dan tapian nauli tidak termasuk didalamnya atau justru lebih baik memakai nama “Provinsi Batak”? Dimana ibukotanya? Bagaimana soal Pemimpin Daerahnya?
Begitu banyak pertanyaan yang masih berkecamuk di kepala saya, ketika mencoba mereka-reka bagaimana jika Tapanuli menjadi provinsi atau tetap seperti saat ini. Dan dari semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, dengan segala keterbatasan pengetahun dan kompetensi, saya menyimpulkan bahwa Tapanuli lebih baik jadi sebuah provinsi.
Dengan alasan antara lain :
- Tapanuli dikenal dan diyakini sebagai asal usul dan pusat peradaban Batak dan suku-sukunya yang sudah ada hampir di seluruh pelosok negeri ini bahkan dunia, sudah sepantasnya mempunyai sebuah provinsi sejajar dengan provinsi-provinsi lain seperti di jawa, bali, papua, Kalimantan, Sulawesi. Pengembangan Kebudayaan Batak akan jauh lebih baik dan lebih tersentralisasi jika menjadi sebuah provinsi. Tidak seperti saat ini terbagi-bagi dalam beberapa kabupaten, yang kadang-kadang mengklaim merasa paling bertanggungjawab sendiri-sendiri atas Batak dan Kebudayaan Batak. Sementara Provinsi Sumatera Utara secara umum, mempunyai beberapa suku-suku yang masing-masing membutuhkan perhatian sendiri-sendiri, dan masing-masing mengedepankan kepentingan sendiri.
- Sumber Daya Tapanuli mencukupi untuk menjadi sebuah provinsi terlebih sumber daya manusia sebagai salah satu keunggulannya yang selama ini justru banyak mengabdikan kemampuan materil maupun immateril diluar daerah Tapanuli. Sumber Daya Tapanuli Tidak lebih buruk dari Sumber Daya sebagian provinsi yang ada di Negara ini.
- Kekhawatiran mengenai sisi negatif budaya orang Batak seperti : semua ingin jadi raja, sombong bila sudah sukses, dan lain-lain, saya pikir tidak lantas menjadi salah satu hal yang pantas untuk dijadikan alasan menolak provinsi Tapanuli dan bukan hal yang tidak bisa diselesaikan dengan baik oleh orang Tapanuli. Mengingat pragmatisme orang Batak dan juga mengingat begitu kuatnya pengaruh adat istiadat dalam keseharian orang Batak secara umum. Maka pendekatan sosio cultural dan religi yang lebih intens akan bisa menjadi jawaban atas berbagai sisi negatif budaya tersebut diatas
- Jika Tapanuli menjadi sebuah provinsi akan mengurangi “jarak” yang sangat signifikan terhadap pusat-pusat pengambilan keputusan khususnya di tingkat provinsi, tentu ini akan sangat membantu dalam proses pembangunan di Tapanuli nantinya. Dan ini akan berpengaruh besar dalam proses peningkatan kesejahteraan, pendidikan, keamanan, kesehatan dan lain-lain.
- Posisi Tawar Tapanuli di semua lini akan semakin tinggi di Negara ini dan bahkan mungkin di dunia. Saya justru heran kalau ada yang mengatakan bahwa posisi tawar Tapanuli akan semakin turun jika jadi provinsi, logikanya darimana? Meski selama ini harus kita akui bahwa tidak ada masalah yang serius dengan posisi tawar orang Batak di Negara Indonesia dan di dunia.
- Adanya beberapa usulan dan analisa bahwa Indonesia secara keseluruhan Indonesia layak untuk mempunyai 60-an provinsi. Mengingat Sebuah Negara “sekecil” Singapura pun bisa menjelma menjadi salah satu Negara paling makmur di dunia, meski perbandingan dengan Singapura kurang tepat.
Masih banyak alasan lain yang semakin meyakinkan saya bahwa pilihan Tapanuli menjadi sebuah provinsi lebih, jauh lebih baik, daripada seperti yang ada saat ini.
Horas !
Mari kita dukung terus Provinsi Tapanuli !
PAJAK dan BATAK
Belakangan ini sering kita dengar tentang anjuran untuk pendaftaran secara gratis semua wajib pajak dan sudah ditutup pada tanggal 31 maret kemarin. Kemudian diserukan agar diperpanjang kembali, walaupun sebelumnya sudah pernah diperpanjang, karena ternyata antusiasme masyarakat demikian besar untuk mengikuti anjuran ini. Satu lagi contoh bagaimana besarnya keinginan rakyat Indonesia untuk menjadi suatu bangsa yang lebih maju. Saya kadang terheran-heran dengan semua “kebaikan” rakyat Indonesia ini. Bagaimana pun besarnya kekecewaan terhadap elit-elit Negara, Birokrasi dan layanan publik yang masih berbelit-belit dengan biaya yang sangat tinggi, pungli, perilaku korupsi dari pemangku jabatan yang tertinggi sampai yang terendah, Penggunaan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadi dan kelompok, nepotisme, dan masih banyak lagi kekecewaan-kekecewaan terhadap Penyelenggara Negara, namun tetap saja masyarakat berharap agar segala sesuatu dapat menjadi lebih baik. Dan Negara Republik Indonesia menjadi Negara yang lebih maju, bersih dan bersahaja bagi siapa saja termasuk bagi orang luar. Sungguh Luar Biasa !
Kembali ke masalah pajak, Harus kita acungi jempol buat semua jajaran Dirjen Pajak dan semua lembaga yang terkait di dalamnya. Luar Biasa pencapaian mereka saat ini. Mudah-mudahan ini semua bukan lantaran kejar target atau lebih menyedihkan lagi kalau ini dibuat semata-mata untuk pencitraan bagi pemerintah yang sedang ikut berkompetisi dalam kontes Pemilu. Saya yakin tidak ada tendensi ke arah Pencitraan dalam Pemilu.
Penghargaan atas kesuksesan Jajaran Pajak dalam hal ini, pantas diberikan kepada Bapak Darmin Nasution, sebagai orang nomor satu dalam jajaran Pajak.
Mengingat Bapak Darmin ini ada Marga Nasution-nya yang berarti beliau adalah orang Batak. Sangat layak untuk di apresiasi dengan baik. Belum lama ini secara bergurau teman saya, yang bukan orang Batak, mengatakan soal kesuksesan masalah Pajak ini, begini katanya : “ Kan, sudah Orang Batak yang urus, Jadi apa lagi yang ditakutkan? Pasti beres!”, Saya tersenyum…langsung berpikir : dia ini memuji atau mengejek?. Kalimat sederhana yang benar-benar membuat saya berpikir cukup keras, sangat dilematis. Disatu sisi, Pak Darmin Nasution sebagai Orang Batak membuat saya bangga atas keberhasilan ini, tapi di sisi lain, saya seolah-olah mendapatkan kesan bahwa orang Batak yang lain, bukanlah orang-orang yang taat Pajak. Atau lebih parah, orang-orang Batak yang ada dalam Jajaran Pajak-lah yang selama ini turut andil dalam ketidakberesan perpajakan dalam negeri. Sehingga ketika Orang Batak yang memimpin, segala sesuatunya menjadi lebih mudah. Benarkah demikian???. Saya jadi teringat salah satu note dari penghuni facebook ini yang kebetulan orang batak, bercerita tentang seorang batak yang bernama, Horas, bisa menyelesaikan masalah pencurian bola Golf dan “mengusir” celeng (babi hutan) dengan sangat baik dan tanpa biaya, sehingga si Horas ini dinaikkan jabatannya. Selengkapnya baca di http://www.facebook.com/note.php?note_id=57380102251&id=1185672717&index=3 (sori lae petrus, note-nya aku pinjam )
Terakhir, untuk semua PNS di direktorat jenderal Pajak, terimakasih atas kerja keras anda, tapi jangan lupa di luar sana masih banyak orang-orang, baik secara pribadi maupun bersama-sama, berusaha untuk menipu pajak dengan berbagai cara. Ada yang secara sengaja membuat kantor dan gudangnya didalam rumah pribadi, tidak membuat Papan Nama sebagai pengenal buat perusahaannya, sehingga sulit dilacak pegawai pajak, ada juga yang sengaja membuat perusahaan dengan lebih dari 1 macam bentuk, 1 kali berbentuk PD atau CV, satu lagi berbentuk PT, entah apa maksudnya dan bagaimana caranya. Di dalam perusahaan yang begini saya pernah bekerja, sudah cukup lama berselang dari saat ini. Sering saya perhatikan, kalau pegawai pajak datang maka, buru-buru semua Gudang dikunci rapat-rapat, cukup hanya membuka satu gudang kecil dan tidak begitu banyak stok barang didalamnya dan kita hanya memperkenalkan diri sebagai perusahaan berbentuk PD, kemudian suatu ketika orang Bank datang, maka semua gudang dibuka lebar-lebar dan kita memperkenalkan diri sebagai perusahaan berbentuk PT. Saya kurang tahu persis bagaimana cara kerjanya, tapi saya yakin disitu ada upaya penipuan pajak. Kemudian ada juga dengan cara membuat pembukuan ganda, dan masih banyak lagi cara-cara penipuan pajak termasuk juga dengan melibatkan orang-orang pajak sendiri. Mungkin orang-orang pajak lebih tahu dan lebih pengalaman soal-soal yang begini. Oleh karena itu, besar harapan saya sebagai rakyat biasa, agar direktorat jenderal Pajak bekerja lebih baik dan semakin maju terus menerus. Berlomba-lomba berbuat kebaikan bagi Bangsa dan Negara ini.
Pesan : bisa tidak agar semua jenis kewajiban sejenis pajak, cukup dibayarkan kepada direktorat jenderal pajak saja?. Sekarang ini banyak sekali tagihan serupa pajak, khususnya untuk pegurusan ijin-ijin yang membuat beban tagihan pribadi maupun pelaku usaha semakin berat sehingga mau tidak mau berupaya untuk menipu pajak maupun tagihan lainnya. Bayangkan saja untuk urusan pembuatan KTP saja kita tetap keluar biaya, sebab kalau tidak bayar pasti lama sekali, belum lagi pengurusan SIM, dll. Minimal jangan terlalu banyak tagihan-tagihan dalam berbagai bentuk. Kurangi dong..!
Bravo Pajak! Mohon maaf buat teman-teman kalau ada kata-kata yang salah atau kurang berkenan
Majulah Terus Indonesia!
Saturday, March 28, 2009
Yaris Grooviest Moment Celebration Part I - Grooviest Moment Tagging Party
Yaris Grooviest Moment Celebration Part I - Grooviest Moment Tagging Party
Tag Your Photos With Yaris, Get Black Berry Bold or Ipod Touch
Yaris Groovynations kembali menyelenggarakan program seru dan gaul, dengan hadiah yang pastinya keren. Kali ini, Yaris ngajak kamu semua yang punya account di Facebook untuk ikutan Grooviest Moment Tagging Party.
Begini cara ikutannya:
1. Jadi teman di Profile Facebook Yaris Groovynations, klik di sini.
2. Jadi Fans di Fans Page Facebook Yaris Groovynations (karena update lomba dan pemenang akan dikomunikasikan via Fans Page), klik di sini.
3. Suggest lima teman ke Yaris Groovynations.
4. Tag foto kamu dan teman-teman bersama mobil Yaris ke Profile Facebook Yaris Groovynations. Periode tag foto untuk Grooviest Moment Tagging Party hingga tanggal 15 April 2009.
5. Kirim data untuk keperluan konfirmasi dan kontak apabila menjadi pemenang, ke alamat e-mail yariscommunity@gmail.com.
Menangkan :
1 (satu) Black Berry Bold
1 (satu) Ipod Touch
Yaris Grooviest Moment Tagging Party
Sunday, March 15, 2009
SBY 'not troubled' with Kalla-Megawati’s meeting
Erwida Maulia , The Jakarta Post , Cikeas | Sun, 03/15/2009 7:54 PM | National
The meeting between chairman and chairwoman of the country’s two biggest political parties – the Golkar Party and the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P), is something “common” amid rising political dynamics ahead of the April 9 legislative elections, chief patron of the Democratic Party Susilo Bambang Yudhoyono said.
“Whether or not the meeting will lead into a coalition I don’t know, Pak JK (Jusuf Kalla) Bu Mega (Megawati) know about that better,” the President said during a press conference at his residence in Cikeas, West Java, on Sunday.
He said had only Megawati was willing to meet him, he would meet her in instance for the sake of maintaining silaturahim (good relationship).
Yudhoyono said Megawati never wanted to see him again since their relationship had started turning ugly in 200o.
Yudhoyono, then Coordinating Minister for Political, Legal and Security Affairs under Megawati’s presidency, resigned from the Cabinet in March 2004 before deciding to contest in the presidential race.
“From then on until today she doesn’t want to meet me. If, for instance, she wants to meet with me tomorrow, I will come to see her,” he said.
The meeting between chairman and chairwoman of the country’s two biggest political parties – the Golkar Party and the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P), is something “common” amid rising political dynamics ahead of the April 9 legislative elections, chief patron of the Democratic Party Susilo Bambang Yudhoyono said.
“Whether or not the meeting will lead into a coalition I don’t know, Pak JK (Jusuf Kalla) Bu Mega (Megawati) know about that better,” the President said during a press conference at his residence in Cikeas, West Java, on Sunday.
He said had only Megawati was willing to meet him, he would meet her in instance for the sake of maintaining silaturahim (good relationship).
Yudhoyono said Megawati never wanted to see him again since their relationship had started turning ugly in 200o.
Yudhoyono, then Coordinating Minister for Political, Legal and Security Affairs under Megawati’s presidency, resigned from the Cabinet in March 2004 before deciding to contest in the presidential race.
“From then on until today she doesn’t want to meet me. If, for instance, she wants to meet with me tomorrow, I will come to see her,” he said.
Puting Beliung & Hujan Es Landa Jakarta Selatan
JAKARTA - Hujan deras disertai butiran es dan angin puting beliung melanda wilayah Jakarta Selatan. Peristiwa mengerikan ini terjadi di kawasan Kampung Sawah, Petukangan Selatan, Pesanggarahan, Jakarta Selatan.
Peristiwa yang terjadi sekira pukul 14.30 WIB hingga 15.15 WIB ini cukup membuat warga sekitar panik. Bahkan kilatan petir yang menyambar di wilayah ini menyiutkan nyali warga untuk mengungsi. Mereka memilih tetap berada di dalam rumah sambil menangis.
Trikusumawati, salah seorang warga mengatakan, awalnya hujan hanya gerimis sehingga dirinya tidak terlalu khawatir. Namun beberapa saat kemudian, petir meyambar sangat hebat disertai hujan es.
"Saat kejadian, saya hanya bisa mengis di dalam rumah sambil mengemasi barang yang bisa diselamatkan agar tidak terkena air," kata Trikusumawati di rumahnya, Pesanggrahan, Jakarta, Minggu (15/3/2009).
Pantauan di lapangan, akibat peristiwa alam tersebut sebanyak tiga pohon mangga dan puluhan pohon pisang roboh. Tidak hanya itu, rumah warga salah seorang terlihat berlubang di bagian atas. Pasalnya, angin memporak porandakan atap rumah tersebut.
Saat ini, sejumlah warga tengah membersihkan dan memperbaiki atap rumah yang rusak. Dengan bahu-membahu, warga mengemasi dan memindahkan barang-barang elektronik yang tidak terkena air. (Ahmad Baidowi/Sindo/kem)
Peristiwa yang terjadi sekira pukul 14.30 WIB hingga 15.15 WIB ini cukup membuat warga sekitar panik. Bahkan kilatan petir yang menyambar di wilayah ini menyiutkan nyali warga untuk mengungsi. Mereka memilih tetap berada di dalam rumah sambil menangis.
Trikusumawati, salah seorang warga mengatakan, awalnya hujan hanya gerimis sehingga dirinya tidak terlalu khawatir. Namun beberapa saat kemudian, petir meyambar sangat hebat disertai hujan es.
"Saat kejadian, saya hanya bisa mengis di dalam rumah sambil mengemasi barang yang bisa diselamatkan agar tidak terkena air," kata Trikusumawati di rumahnya, Pesanggrahan, Jakarta, Minggu (15/3/2009).
Pantauan di lapangan, akibat peristiwa alam tersebut sebanyak tiga pohon mangga dan puluhan pohon pisang roboh. Tidak hanya itu, rumah warga salah seorang terlihat berlubang di bagian atas. Pasalnya, angin memporak porandakan atap rumah tersebut.
Saat ini, sejumlah warga tengah membersihkan dan memperbaiki atap rumah yang rusak. Dengan bahu-membahu, warga mengemasi dan memindahkan barang-barang elektronik yang tidak terkena air. (Ahmad Baidowi/Sindo/kem)
Diancam, Korban Lapindo Balik Kanan ke Tuprok
Amirul Hasan - Okezone
JAKARTA - Sebanyak 15 korban lumpur Lapindo yang bertahan di depan kediaman ibu kandung Menko Kesra Aburizal Bakrie terpaksa harus menyerah. Mereka mengaku mendapat ancaman dari salah seorang petugas agar kembali ke Tugu Proklamasi untuk menggelar salat Istighosah.
"Saya diperintahkan oleh komandan agar bapak-bapak meninggalkan tempat. Kalau tidak bisa lain ceritanya, nanti bisa diangkut," ujar Tumian, salah seoranag korban Lumpur Lapindo yang menirukan ucapan petugas kepada wartawan, Minggu (15/3/2009).
Mendengar kalimat tersebut, 15 orang ini langsung meninggalkan rumah di Jalan KH Mangun Sarkoro No. 42, Menteng, Jakarta Pusat itu.
"Sebagai konsekuensinya, petugas akan mengawal aksi unjuk rasa di kantor Bakrie, Kuningan, Jakarta Selatan, besok," tandasnya.
Sebelumnya, para korban lumpur ini mengancam akan bertahan di rumah ibu Aburizal Bakrie. Mereka mengatakan, akan bertahan hingga sang pemilik rumah menemui 15 orang ini. (kem)
JAKARTA - Sebanyak 15 korban lumpur Lapindo yang bertahan di depan kediaman ibu kandung Menko Kesra Aburizal Bakrie terpaksa harus menyerah. Mereka mengaku mendapat ancaman dari salah seorang petugas agar kembali ke Tugu Proklamasi untuk menggelar salat Istighosah.
"Saya diperintahkan oleh komandan agar bapak-bapak meninggalkan tempat. Kalau tidak bisa lain ceritanya, nanti bisa diangkut," ujar Tumian, salah seoranag korban Lumpur Lapindo yang menirukan ucapan petugas kepada wartawan, Minggu (15/3/2009).
Mendengar kalimat tersebut, 15 orang ini langsung meninggalkan rumah di Jalan KH Mangun Sarkoro No. 42, Menteng, Jakarta Pusat itu.
"Sebagai konsekuensinya, petugas akan mengawal aksi unjuk rasa di kantor Bakrie, Kuningan, Jakarta Selatan, besok," tandasnya.
Sebelumnya, para korban lumpur ini mengancam akan bertahan di rumah ibu Aburizal Bakrie. Mereka mengatakan, akan bertahan hingga sang pemilik rumah menemui 15 orang ini. (kem)
Saturday, March 14, 2009
KILAS MEDAN
KILAS MEDAN
Sabtu, 7 Maret 2009 | 04:29 WIB
Solidaritas untuk Caleg Perempuan di Sumut
Sedikitnya 50 calon anggota legislatif perempuan dan para pendukungnya di Sumatera Utara, baik untuk tingkat Kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat, Sabtu ini, akan menggelar acara Solidaritas dan Dukungan Caleg Perempuan di Sumut. Pemimpin aksi, Veriyanto, Jumat (6/3), mengatakan, solidaritas akan dilakukan dengan diskusi di Pendopo Lapangan Merdeka, Medan, pukul 12.00-15.00, dilanjutkan kampanye dengan jalan kaki dari Lapangan Merdeka ke Bundaran Tugu SIB, Jalan Gatot Subroto. Veriyanto mengatakan, para caleg perempuan dari Partai Golkar, PDI-P, PKPI, PAN, PKS, Partai Buruh, Partai Demokrat, PDK, dan PDS sejauh ini sudah mengonfirmasi akan hadir. Menurut Veriyanto, solidaritas ini dilakukan untuk kemenangan caleg perempuan. (WSI)
Wagub Kembali Tak Penuhi Undangan TPF
Wakil Gubernur Sumatera Utara H Gatot Pujo Nugroho kembali batal memenuhi undangan Panitia Khusus (Pansus) Tim Pencari Fakta (TPF) DPRD Sumut untuk dimintai keterangannya terkait penerbitan Keputusan Gubernur Sumut tentang Persetujuan Pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap). ”Hari ini Wagub kembali tidak memenuhi undangan kami,” ujar Ketua TPF DPRD Sumut Abdul Hakim Siagian, didampingi Sekretaris Azwir Syofyan, kepada wartawan di Gedung DPRD Sumut di Medan, Jumat (6/3). TPF berniat mempertanyakan peran Gatot dalam penerbitan Keputusan Gubernur No 130/3422.K 26 September 2008. Keputusan itu disebut-sebut dijadikan salah satu alasan bagi pendukung pembentukan Protap untuk menggelar aksi unjuk rasa yang berujung anarki dan menewaskan Ketua DPRD Sumut. (MAR/ANTARA)
Sabtu, 7 Maret 2009 | 04:29 WIB
Solidaritas untuk Caleg Perempuan di Sumut
Sedikitnya 50 calon anggota legislatif perempuan dan para pendukungnya di Sumatera Utara, baik untuk tingkat Kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat, Sabtu ini, akan menggelar acara Solidaritas dan Dukungan Caleg Perempuan di Sumut. Pemimpin aksi, Veriyanto, Jumat (6/3), mengatakan, solidaritas akan dilakukan dengan diskusi di Pendopo Lapangan Merdeka, Medan, pukul 12.00-15.00, dilanjutkan kampanye dengan jalan kaki dari Lapangan Merdeka ke Bundaran Tugu SIB, Jalan Gatot Subroto. Veriyanto mengatakan, para caleg perempuan dari Partai Golkar, PDI-P, PKPI, PAN, PKS, Partai Buruh, Partai Demokrat, PDK, dan PDS sejauh ini sudah mengonfirmasi akan hadir. Menurut Veriyanto, solidaritas ini dilakukan untuk kemenangan caleg perempuan. (WSI)
Wagub Kembali Tak Penuhi Undangan TPF
Wakil Gubernur Sumatera Utara H Gatot Pujo Nugroho kembali batal memenuhi undangan Panitia Khusus (Pansus) Tim Pencari Fakta (TPF) DPRD Sumut untuk dimintai keterangannya terkait penerbitan Keputusan Gubernur Sumut tentang Persetujuan Pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap). ”Hari ini Wagub kembali tidak memenuhi undangan kami,” ujar Ketua TPF DPRD Sumut Abdul Hakim Siagian, didampingi Sekretaris Azwir Syofyan, kepada wartawan di Gedung DPRD Sumut di Medan, Jumat (6/3). TPF berniat mempertanyakan peran Gatot dalam penerbitan Keputusan Gubernur No 130/3422.K 26 September 2008. Keputusan itu disebut-sebut dijadikan salah satu alasan bagi pendukung pembentukan Protap untuk menggelar aksi unjuk rasa yang berujung anarki dan menewaskan Ketua DPRD Sumut. (MAR/ANTARA)
Buku Sintong Bisa untuk Penegakan HAM
Buku Sintong Bisa untuk Penegakan HAM
Penulisan Sejarah Jangan "Kotori" Muka Sendiri
Sabtu, 14 Maret 2009 | 03:04 WIB
Jakarta, Kompas - Para aktivis hak asasi manusia bersama korban meminta agar mantan petinggi militer di Indonesia berhenti berkelit. Menurut mereka, kontroversi seputar buku Letjen (Purn) Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, selayaknya ditempatkan dalam kerangka penegakan HAM.
Juga, jangan dimaknai sebagai perbedaan pendapat di antara mantan petinggi TNI.
”Karena itu, instansi-instansi terkait sebaiknya segera menindaklanjuti informasi dalam buku itu sebagai referensi proses penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia,” kata Kepala Biro Litbang Kontras Papang Hidayat, Jumat (13/3).
Menurut Papang, dalam buku itu banyak informasi baru yang penting terkait dengan misteri di balik berbagai peristiwa pelanggaran HAM, seperti pembantaian di Santa Cruz, Timor Timur, penghilangan paksa para aktivis, hingga kerusuhan Mei 1998.
”Selama ini informasi itu tidak dapat diperoleh dari mekanisme penyelidikan formal yang dijamin Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,” katanya.
Tentang penghilangan paksa, misalnya, dalam buku itu Sintong mengungkapkan posisi mantan Komandan Jenderal Kopassus Letjen (Purn) Prabowo Subianto dan keterlibatan Tim Mawar. Ia mempertanyakan tanggung jawab komando Prabowo yang mengaku tidak mengetahui operasi itu. Ia juga menyatakan kesedihan terkait dengan keterlibatan dan sanksi pidana atas prajurit Kopassus yang terlibat dalam operasi tersebut. Dalam buku itu, Sintong berpendapat, perlu ditelusuri lebih jauh asal-usul perintah yang mereka emban.
Dihubungi secara terpisah, komisioner Komisi Nasional HAM, Ridha Saleh, mengatakan sependapat dengan langkah itu. Namun, saat ini proses penyelidikan Komnas HAM atas kasus penghilangan paksa telah selesai dan berkasnya sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung. Menurut dia, buku itu dapat digunakan Kejaksaan Agung sebagai referensi penyidikan.
Secara terpisah, Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Letjen (Purn) Soeryadi meminta semua pihak, terutama kalangan purnawirawan TNI, untuk lebih melihat masa depan daripada selalu menengok ke masa lalu.
”Dengan begitu, kalaupun ada niat dari setiap individu (purnawirawan TNI) untuk menularkan pengalaman mereka, hal itu seharusnya dilakukan dengan niat sebatas untuk memberi pelajaran demi perbaikan dan bukan untuk melumuri (mengotori) wajah sendiri,” katanya saat dimintai tanggapan soal kontroversi buku karya Sintong Panjaitan itu. Buku tersebut menyebut sejumlah nama petinggi TNI pada masa lalu, seperti Wiranto dan Prabowo Subianto.
”Kami (PPAD) menganggap masalah ke depan membutuhkan keterlibatan seluruh potensi bangsa, termasuk para purnawirawan TNI, untuk menyumbangkan darma dan bakti masing-masing. Bukan malah saling pamer kekuatan masing-masing,” ujar Soeryadi. (jos/dwa)
Penulisan Sejarah Jangan "Kotori" Muka Sendiri
Sabtu, 14 Maret 2009 | 03:04 WIB
Jakarta, Kompas - Para aktivis hak asasi manusia bersama korban meminta agar mantan petinggi militer di Indonesia berhenti berkelit. Menurut mereka, kontroversi seputar buku Letjen (Purn) Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, selayaknya ditempatkan dalam kerangka penegakan HAM.
Juga, jangan dimaknai sebagai perbedaan pendapat di antara mantan petinggi TNI.
”Karena itu, instansi-instansi terkait sebaiknya segera menindaklanjuti informasi dalam buku itu sebagai referensi proses penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia,” kata Kepala Biro Litbang Kontras Papang Hidayat, Jumat (13/3).
Menurut Papang, dalam buku itu banyak informasi baru yang penting terkait dengan misteri di balik berbagai peristiwa pelanggaran HAM, seperti pembantaian di Santa Cruz, Timor Timur, penghilangan paksa para aktivis, hingga kerusuhan Mei 1998.
”Selama ini informasi itu tidak dapat diperoleh dari mekanisme penyelidikan formal yang dijamin Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,” katanya.
Tentang penghilangan paksa, misalnya, dalam buku itu Sintong mengungkapkan posisi mantan Komandan Jenderal Kopassus Letjen (Purn) Prabowo Subianto dan keterlibatan Tim Mawar. Ia mempertanyakan tanggung jawab komando Prabowo yang mengaku tidak mengetahui operasi itu. Ia juga menyatakan kesedihan terkait dengan keterlibatan dan sanksi pidana atas prajurit Kopassus yang terlibat dalam operasi tersebut. Dalam buku itu, Sintong berpendapat, perlu ditelusuri lebih jauh asal-usul perintah yang mereka emban.
Dihubungi secara terpisah, komisioner Komisi Nasional HAM, Ridha Saleh, mengatakan sependapat dengan langkah itu. Namun, saat ini proses penyelidikan Komnas HAM atas kasus penghilangan paksa telah selesai dan berkasnya sudah diserahkan kepada Kejaksaan Agung. Menurut dia, buku itu dapat digunakan Kejaksaan Agung sebagai referensi penyidikan.
Secara terpisah, Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Letjen (Purn) Soeryadi meminta semua pihak, terutama kalangan purnawirawan TNI, untuk lebih melihat masa depan daripada selalu menengok ke masa lalu.
”Dengan begitu, kalaupun ada niat dari setiap individu (purnawirawan TNI) untuk menularkan pengalaman mereka, hal itu seharusnya dilakukan dengan niat sebatas untuk memberi pelajaran demi perbaikan dan bukan untuk melumuri (mengotori) wajah sendiri,” katanya saat dimintai tanggapan soal kontroversi buku karya Sintong Panjaitan itu. Buku tersebut menyebut sejumlah nama petinggi TNI pada masa lalu, seperti Wiranto dan Prabowo Subianto.
”Kami (PPAD) menganggap masalah ke depan membutuhkan keterlibatan seluruh potensi bangsa, termasuk para purnawirawan TNI, untuk menyumbangkan darma dan bakti masing-masing. Bukan malah saling pamer kekuatan masing-masing,” ujar Soeryadi. (jos/dwa)
Subscribe to:
Posts (Atom)